Sejarah Islam

Kisah Imam Madzhab, Riwayat Hidup“Imam Abu Hanifah” — Bagian 1

Ia adalah seseorang yang telah patah hati akan dunia

Desi Ratna Ningsih

--

kalam.sindonews.com

Kali ini kita akan mengawali perkenalan dengan salah seorang ulama besar, seorang wali Ahlus-Sunnah wal Jama’ah salah satu yang terbesar dalam sejarah islam. Al-Imam Abu Hanifah yaitu dengan nama asli Nu’man bin Tsabit bin Zuta bin Mahan At-Taymi, lahir di Kufah, Irak pada 80 H / 699 M, meninggal di Baghdad, Irak, 148 H / 767 M.

Abu Hanifah mempunyai beberapa orang putra, diantaranya ada yang
dinamakan Hanifah, maka karena itu beliau diberi gelar oleh banyak orang
dengan Abu Hanifah. Ini menurut satu riwayat. Dan menurut riwayat yang
lain, sebab beliau mendapat gelar Abu Hanifah karena beliau adalah seseorang yang rajin melakukan ibadah kepada Allah dan sungguh-sungguh
mengerjakan kewajiban dalam agama. Karena perkataan “hanif” dalam bahasa arab artinya “cenderung atau condong” kepada agama yang benar. Dan ada pula yang meriwayatkan, bahwa beliau mendapat gelar Abu Hanifah lantaran dari eratnya berteman dengan “tinta”. Karena perkataan “hanifah” menurut lughot Irak, artinya “dawat atau tinta”. Yakni beliau dimana-mana senantiasa membawa dawat guna menulis atau mencatat ilmu pengetahuan yang diperoleh oleh para guru beliau.. Dengan demikian beliau mendapat gelar dengan Abu Hanifah.

Abu Hanifah hidup selama 52 tahun dalam masa Amawiyah dan 18 tahun dalam masa Abbasi. Maka segala daya pikir, daya cepat tanggapnya dimiliki di masa Amawi, walaupun akalnya terus tembus dan ingin mengetahui apa yang belum diketahui, istimewa akal ulama yang terus mencari ilmu. Apa yang dikemukakan di masa Amawi adalah lebih banyak yang dikemukakan di masa Abbasi. Pada masa beliau dilahirkan, pemerintah Islam sedang di tangan kekuasaan Abdul Malik bin Marwan (raja Bani Umayah yang ke V) dan beliau meninggal dunia pada masa Khalifah Abu Ja’far Al-Mansur.

Abu Hanifah juga merupakan seorang Tabi’in, generasi setelah Sahabat nabi, karena dia pernah bertemu dengan salah seorang sahabat Rasulullah SAW bernama Anas bin Malik dan beberapa peserta Perang Badar yang dimuliakan Allah SWT yang merupakan generasi terbaik islam, dan meriwayatkan hadits darinya serta sahabat Rasulullah SAW lainnya.

Imam Hanafi disebutkan sebagai tokoh yang pertama kali menyusun kitab fiqh berdasarkan kelompok-kelompok yang berawal dari kesucian (taharah), shalat dan seterusnya, yang kemudian diikuti oleh ulama-ulama sesudahnya seperti Malik bin Anas, Imam Syafi’i, Abu Dawud dan Imam Bukhari.

“Saya belum pernah melihat sosok seperti dia, Demi Allah, jika Abu Hanifah berpendapat bahwa sebuah alat terbuat dari emas, maka pasti ia sanggup mempertengahkan kebenaran atas perkataannya itu.” ~Imam Malik

Abu Hanifah kecil sering mendampingi ayahnya berdagang sutra. Namun, tidak seperti pedagang lainnya, Abu Hanifah memiliki kebiasaan pergi ke Masjid Kufah. Karena kecerdasannya yang gemilang, ia mampu menghafal Al-Qur’an serta ribuan hadits.

Sebagaimana putra seorang pedagang, Abu Hanifah pun kemudian berprofesi seperti ayahnya. Ia mendapat banyak keuntungan dari profesi ini. Di sisi lain ia memiliki wawasan yang sangat luas, kecerdasan yang luar biasa, serta hafalan yang sangat kuat. Beberapa ulama dapat menangkap fenomena ini, sehingga mereka menganjurkannya untuk pergi berguru kepada ulama seperti ia pergi ke pasar setiap hari.

Pada masa Abu Hanifah menuntut ilmu, Iraq termasuk Kufah disibukkan dengan tiga halaqah keilmuan. Pertama, halaqah yang membahas pokok-pokok aqidah. Kedua, halaqah yang membahas tentang Hadits Rasulullah metode dan proses pengumpulannya dari berbagai negara, serta pembahasan dari perawi dan kemungkinan diterima atau tidaknya pribadi dan riwayat mereka. Ketiga, halaqah yang membahas masalah fikih dari Al-Qur’an dan Hadits, termasuk membahas fatawa untuk menjawab masalah-masalah baru yang muncul saat itu, yang belum pernah muncul sebelumnya.

Abu Hanifah melibatkan diri dalam dialog tentang ilmu kalam, tauhid dan metafisika. Menghadiri kajian hadits dan periwayatannya, sehingga ia mempunyai andil besar dalam bidang ini.

Setelah Abu Hanifah menjelajahi bidang-bidang keilmuan secara mendalam, ia memilih bidang fikih sebagai konsentrasi kajian. Ia mulai mempelajari berbagai permasalahan fikih dengan cara berguru kepada salah satu Syaikh ternama di Kufah, ia terus menimba ilmu darinya hingga selesai. Sementara Kufah saat itu menjadi tempat domisili bagi ulama fikih Iraq.

“Barangsiapa ingin memperdalam fikih, maka hendaklah menjadi anak asuh bagi Abu Hanifah, Abu Hanifah merupakan orang yang diberi taufik oleh Allah dalam bidang fikih.” ~ Imam Syafi’i

“Barangsiapa belum membaca buku-buku Abu Hanifah, maka ia belum memperdalam ilmu, juga belum belajar fikih.” ~ Imam Syafi’i

Abu Hanifah sangat antusias dalam menghadiri dan menyertai gurunya, hanya saja ia terkenal sebagai murid yang banyak bertanya dan berdebat, serta bersikeras mempertahankan pendapatnya, terkadang menjadikan syaikh kesal padanya, namun karena kecintaannya pada sang murid, ia selalu mencari tahu tentang kondisi perkembangannya. Dari informasi yang ia peroleh, akhirnya sang syaikh tahu bahwa ia selalu bangun malam, menghidupkannya dengan salat dan tilawah Al-Qur’an. Karena banyaknya informasi yang ia dengar maka syaikh menamakannya Al-Watad.

Selama 18 tahun, Abu Hanifah berguru kepada Syaikh Hammad bin Abu Sulaiman, saat itu ia masih 22 tahun. Karena dianggap telah cukup, ia mencari waktu yang tepat untuk bisa mandiri, namun setiap kali mencoba lepas dari gurunya, ia merasakan bahwa ia masih membutuhkannya.

Ciri-ciri Abu Hanifah yaitu dia berperawakan sedang dan termasuk
orang yang mempunyai postur tubuh ideal, paling bagus logat bicaranya,
paling bagus suaranya saat bersenandung dan paling bisa memberikan
keterangan kepada orang-orang yang diinginkannya (menurut pendapat Abu
Yusuf). Abu Hanifah berkulit sawo matang dan tinggi badannya, berwajah
tampan, berwibawa dan tidak banyak bicara kecuali menjawab pertanyaan
yang dilontarkan. Selain itu dia tidak mau mencampuri persoalan yang bukan
urusannya (menurut Hamdan putranya).

“Ia berada dalam posisi keilmuan, wara’ dan zuhud, mementingkan akhirat, yang tidak dilihat oleh seorangpun.” ~ Imam Ahmad Bin Hambal

Abu Hanifah suka berpakaian yang baik-baik serta bersih, senang memakai bau-bauan yang harum dan suka duduk ditempat duduk yang baik. Lantaran dari kesukaannya dengan bau- bauan yang harum, hingga dikenal oleh orang ramai tentang baunya, sebelum mereka melihat kepadanya. Abu Hanifah juga amat suka bergaul dengan saudara-saudaranya dan para kawan-kawannya yang baik-baik, tetapi tidak suka bergaul dengan sembarangan orang. Berani menyatakan sesuatu hal yang terkandung didalam hati sanubarinya, dan berani pula menyatakan kebenaran kepada siapa pun juga, tidak takut di cela ataupun dibenci orang, dan tidak pula gentar menghadapi bahaya bagaimanapun keadaannya.

Diantara kegemaran Abu Hanifah adalah mencukupi kebutuhan orang
untuk menarik simpatinya. Sering ada orang lewat, ikut duduk di majlisnya
tanpa sengaja. Ketika dia hendak beranjak pergi, ia segera menghampirinya
dan bertanya tentang kebutuhannya. Jika dia punya kebutuhan, maka Abu
Hanifah akan memberinya. Kalau sakit, maka akan ia antarkan. Jika memiliki
utang, maka ia akan membayarkannya sehingga terjalinlah hubungan baik
antara keduanya.

Sebenarnya madzhab-madzhab dalam islam tidak terbatas hanya pada keempat ini, apa itu madzah, madzab adalah kumpulan dari tata cara atau metode manhaj sistem didalam merumuskan segala macam kaidah-kaidah hukum yang aplikatif untuk diamalkan dalam kehidupan sehari-hari dari syariat islam yang bersumber dari Al-Quran dan Sunah.

Kita megetahui diantara madzhab yang bertahan untuk menjadi panduan umat dalam mempelajari islam khususnya dalam ilmu fiqih adalah madzhab dari Imam Abu Hanifah yang disebut madzhab Hanafi, yang mejadi madzhab besar yang sampai hari ini dianut dibanyak negara-negara besar islam yang kita ketahui negara tersebut adalah India, Pakistan, Bangladesh, Turki dan diberbagai belahan Eropa, madzhbnya Imam Abu Hanifah ini yang paling banyak diamalkan oleh kaum muslimin disana.

Peta Penyebaran 4 Madzhab by http://hafifzulkhairi.blogspot.com/2018/09/khilafiah-4-mashaf.html

Baiklah, sekian dulu pemaparan mengenai riwayat hidup Imam Abu Hanifah, semoga diminggu ini bisa menuliskan kelanjutan kisah beliau. Terimakasih sudah membaca.

--

--

Desi Ratna Ningsih

Data Science Enthusiast, Remote Worker, Course Trainer, Archery Coach, Psychology and Philosophy Student